BAB 2
Pasukan M di Jawa 1946-1950
Pada
pertengahan bulan Juli 1946, sesudah penyergapan oleh tentara Belanda di jalan
setapak pinggir hutan di dekat desa Pulukan, Ketut Soebagio lolos dari maut dan
berhasil menyeberang ke pulau Jawa. Sesampai di Jawa, ia langsung bergabung
dengan sisa Pas M yang masih ada di Sukowidi, Banyuwangi. Ia terus mengikuti
Pas M sampai pasukan itu bubar pada tahun 1951. Makai a dapat menyampaikan
kisah perjuangan Pas M di pulau Jawa dari tahun 1946 sampai dengan tahun 1950
sebagai berikut.
Pada
bulan Juli 1946, Pas M yang ada di basis Sukowidi kekuatannya tinggal beberapa
orang anggota staf dan sepasukan kecil di bawah komando kepala staf Pas M,
Kapten Yakub Kartodihardjo. Karena Pas M yang ada di Bali , yang kekuatannya
hamper dua kompi, tidak dapat diharapkan kembali ke Jawa dalam waktu singkat,
maka diadakan rekrutmen baru sehingga pasukan berkekuatan tiga kompi atau satu
battalion. Di antara rekrut baru itu terdapat sejumlah pemuda yang berasal dari
yang waktu itu disebut ‘Sunda Kecil’ (NTT dan NTB) dan beberapa dari Maluku.
Batalion
baru yang, sesuai dengan perkembangan organisasi kentetaraan, kemudian disebut
ALRI Sunda Kecil Armada V, dan sesudah itu Tentara Laut RI Kesatuan VII, tetap
saja dikenal sebagai Pasukan M dan tetap di bawah Mayor (waktu di Bali masih
berpangkat Kapten) Markadi, yang pada bulan Agustus 1946 berhasil kembali ke
Jawa.
Sementara
itu Belanda makin mengintensifkan patroli di Selat Bali dengan menggunakan
kapal-kapal patroli dan sesekali diperkuat dengan kapal perang, seperti fregat
‘Kortenaer’ dan kapal selam ‘Tijgerhaai’. Pas M yang di Muncar dan Tanjung
Sembulungan (sebelah selatan Banyuwangi) tidak tinggal diam. Sering mereka
menembaki kapal-kapal perang Belanda dengan meriam pesisir yang dipasang di
Sembulungan. Ada fregat yang terkena lambungnya, dan tatkala moncong meriam
diarahkan ke Gilimanuk, terjadilah kebakaran di tempat itu, dan pesawat amphibi
tenggelam.
Mungkin
guna menjajagi kesiap-siagaan kita, Belanda pernah mengadakan raid dengan mendaratkan satu regu
pasukan di Wongsoredjo, sebelah utara Banyuwangi. Pendaratan tersebut segera
diketahui, dan diadakan pengejaran. Pasukan Belanda tersebut bergegas mundur
tanpa sempat terlibat kontak senjata.
Clash 1
Pada malam
hari tanggal 20 Juli 1947, Kepala Staf TLRI Kesatuan VII, Kapten Yakub
Kartodihardjo, mendapat laporan dari Bagian Radiotelegrafi bahwa telah
diperoleh berita dari pangkalan AL Probolinggo, bahwa ada iring-iringan kapal
perang Belanda menuju ke arah timur.
Menjelang
fajar sejumlah besar kapal perang musuh sudah siaga di Selat Bali. Segera
mereka memuntahkan tembakan artileri dan senjata berat lainnya dengan amat
gencarnya ke arah pos-pos Pas M, terutama Sukowidi, dan pos-pos pasukan lainnya
di sepanjang pantai sampai beberapa jam. Mayor Markadi saat itu sedang di
Yogyakarta menghadiri rapat komandan-komandan battalion ke atas.
Pos-pos
Pas M di sepanjang pantai Banyuwangi mengadakan tembakan balasan sehingga
terjadi duel seru. Setelah dua kali gagal untuk mendarat di sekitar Sukowidi,
karena tembakan-tembakan gencar dari Pas M, musuh akhirnya berhasil mendarat di
Ketapang dan Watudodol (sebelah utara Banyuwangi).
Sebelum
mendarat, dua pesawat Mustang menembaki kedudukan Pas M di Sukowidi dan markas
Pas M di Hotel Baru. Tak seberapa lama setelah Ketapang jatuh, musuh terus
bergerak ke Sukowidi yang waktu itu dipertahankan oleh Kompi Matsari.
Tembak-menembak berlangsung sampai menjelang sore. Pasukan-pasukan Belanda
lainnya mengalir dari utara didahului oleh satuan kavaleri yang terdiri dari
tank-tank besar dan kendaraan-kendaraan lapis baja lainnya. Pada semua
kendaraan terdapat tulisan dengan huruf besar: ‘NAAR ROGDJAMPI’.
Pada
saat konvoi lapis baja musuh akan melewati Sukowidi, Sersan Lawalata, anggota Field Security (dahulu disebut Combat Intelligence Section) mencoba
menghadang dengan memasang bom di simpang tiga Sukowidi. Sersan Lawalata gugur.
Setelah
musuh tiba, kompi Matsari baru dapat meloloskan diri dari kepungan musuh,
menyelinap dalam kelompok-kelompok kecil ke arah pegunungan di barat, dan
menyebar di perkebunan-perkebunan. Begitu juga kompi Buladi menyelinap ke barat
sesudah Rogojampi direbut musuh. Kompi Sudarman baru tanggal 22 Juli
meninggalkan Sukoredjo dalam kelompok-kelompok kecil, dan menyebr ke
bukit-bukit di barat. Kapten Yakub, Kepala Staf TLRI Kesatuan VII/Pas M, yang
mendirikan pos komando di Arjasa, sebelah utara Jember, dengan bantuan
rakyat berhasil menghubungi
kelompok-kelompok Pas M yang tersebar di sekitar Gunung Ijen dan di daerah pantai
selatan, dan menginstruksikan mereka untuk berupaya mencapai daerah yang masih
dikuasai RI.
Setelah
berhasil melewati celah-celah kedudukan musuh, kelompok-kelompok Pas M sampai
di Kepanjen, terus naik ke lereng-lereng Gunung Kawi sebelah timur dan utara,
kemudian menuju ke desa-desa Gendogo, Precet, Maduarjo. Mayor Markadi, komandan
TLRI Kesatuan VII, ternyata menjabat sebagai Komandan Sektor Pertempuran daerah
itu, sehingga Pas M dapat terkonsolidasi dan utuh kembali. Dengn demikian
operasi-operasi dapat dilakukan secara
lebih efektif. Kontak senjata sering terjadi antara pos-pos depan kita dan
patroli Belanda. Di Kenongo, Pas M berhasil menyergap pos musuh, dan merampas
metraliyur berat kaliber 12,7.
Pada
pertengahan tahun 1948, akibat Perjanjian Renville, diadakan gencatan senjata
antara Indonesia dan Belanda, dan ditetapkan garis demarkasi. Induk Pas M
ditempatkan di Ngebruk, Malang Selatan, kemudian dipindahkan ke Wlingi, sebelah
tenggara Kediri. Pas M/TLRI Kesatuan VII diberi tugas memegang komando Sektor
Perkebunan Kawi Selatan, maka sebagian pasukan dipindahkan ke Gogoniti, suatu
perkebunan kopi, di bawah komando Lettu K. Soebagio.
Penumpasan PKI
Pada tanggal 18
September 1948 timbullah pemberontakan PKI yang dimulai dari Madiun. Guna
menanggulangi dan menumpas PKI serta ormas-ormasnya, di Wlingi segera di bentuk
Komando Gabungan Angkatan Perang di bawah pimpinan Mayor Markadi, yang
membawahi pasukan-pasukan AD dan AL di daerah kawedanan Wlingi. Segera
dilancarkan operasi-operasi kilat, terutama di Malang Selatan, Wlingi Selatan
dan Blitar Selatan, yang merupakan daerah-daerah tandus yang didominasi PKI.
Berkat siasat yang menggunakan pendadakan, desepsi, pemyergapan dan persuasi,
akhirnya gembong-gembong PKI, sepertii Cokro Bagong, menyerah.
Selesai operasi penumpasan PKI
di Wlingi pada bulan November 1948, Pas M diperintahkan ke Nganjuk untuk
membantu menahan rembesan PKI dari Madiun. Yang di Wlingi tinggal bagian
Persenjataan dan sejumlah kecil pasukan di bawah Letda Sutedjo.
Clash
2
Sebulan Sebelum pecahnya
Aksi Militer Belanda II atau Clash II pada bulan Desember 1948, sekelompok
anggota Pas M yang tertangkap dan ditawan Belanda di Bali sebagai tawanan
perang dilepaskan di Malang Selatan dalam rangka pertukaran tawanan antara RI
dan Belanda. Jumlah kelompok itu 97 orang. Setiba mereka di daerah RI, mereka
langsung menggabung kembali dengan Pasukan M, dan merasa bahagia karena mereka
masih ‘kebagian’ revolusi.
Pada bulan-bulan akhir tahun
1948 itu, Angkatan Perang RI sedang giat-giatnya direkonstruksi dan
dirasionalisasi, tak terkecuali Pas M/TLRI Kesatuan VII. Tetapi belum sampai
Rekonstruksi itu tuntas, Belanda sudah mulai melancarkan serangan besar-besaran
pada tanggal 19 Desember 1948, yang dikenal sebagai Aksi Militer Belanda II.
Pas M yang waktu itu bertugas di
Nganjuk segera bergerak kembali ke basisnya di Wlingi, dengan menggunakan
kereta api ke Kediri, kemudian ke Blitar, selanjutnya ke Wlingi dengan
lokomotif di belakang, menyongsong musuh yang bergerak dari Malang menuju
Wlingi. Kedatngan Pas M di Wlingi hampir bersamaan waktunya dengan kedatangan
satuan-satuan militer Belanda yang sangat besar jumlahnya di tempat itu. Untuk
menghindari clash yang tidak
seimbang, Pas M naik ke lereng-lereng Gunung Kawi Selatan, dan di sana mengadakan
konsolidasi.
Suatu peristiwa yang cukup
penting bagi Pas M/TLRI Kesatuan VII ialah bahwa sesuai dengan rekonstruksi dan
rasionalisasi oleh Pemerintah, Pas M dialihkan dari AL ke AD, dan menjadi
Batalion Expeditie Troep Sunda Kecil (ETSK) Korps Reserve Umum (KRU) X Brigade
XVI. Namun apapun perubahan formal yang dialaminya, nama dan jiwa Pas M tetap
melekat pada pasukan itu. Pas M/ETSK diserahi penguasaan atas wilayah luas dari
Gunung Kawi Utara yang bergunung-gunung sampai ke tanah datar di selatan yang
berbatasan Kali Brantas
Perang
kemerdekaan kini memasuki tahap baru, karena semua kota di Jawa dan Sumatra
telah diduduki musuh. Dengan demikian tentara RI hanya menguasai
kantong-kantong wilayah yang digunakan sebagai pangkalan-pangkalan perang
gerilya. Di wilayah kekuasaannya, Pas M mempersiapkan rakyat, terutama
pemudanya, untuk berjuang bahu-membahu dengan pasukan. Juga lumbung-lumbung
pangan rahasia didirikan di tempat-tempat strategis. Letda Soemartono menangani
segi logistik ini.
Selama clash 2 jalan besar yang membelah Sektor
Pas M antara Wlingi dan Kesamben dikuasai Pas M, sehingga pasukan Belanda yang
di Wlingi logistiknya terpaksa dipasok lewat udara (didrop dari pesawat Dakota)
atau lewat darat dari Blitar dengan Kawalan panser yang kuat.
Pada
bulan Januari 1949, Mayor Markadi memerintahkan Lettu K. Soebagio, dengan
dibantu oleh Bung Hasyim dan Bung Harsono (kedua-duanya ex perwira Jepang),
untuk menghancurkan semua jembatan di daerah Wlingi.
Serangan-serangan
terhadap posisi-posisi musuh dilakukan siang dan malam, sehingga musuh selalu
merasa tidak aman dan was-was. Berulang kali musuh melakukan operasi-operasi
yang cukup besar, dengan menyusup ke daerah Pas M lebih dalam, dan selalu
terjadi perlawanan sengit dengan disertai pergeseran kilat ke posisi-posisi
lain yang sulit diduga oleh musuh.
Dengan
tersebarnya kantong-kantong gerilya di mana-mana, Belanda kekurangan personel
guna menghadapinya. Inisiatif selalu ada di pihak gerilyawan, yang dapat
melakukan serangan hit and run kapan
pun dan di mana pun. Keadaan ini, dan lebih-lebih setelah operasi besar-besaran
yang menggunakan segala macam senjata,
termasuk pesawat-pesawat Mustang, tidak mampu menghancurkan Pas M, Belanda
begitu jengkel dan frustasi sehingga dalam surartnya kepada komandan Pas M,
Komandan tentara Belanda di Wlingi menulis: “Meen niet dat U daar in de Kawie zo
veilig zit.’ (Jangan kira, Anda di Kawi begitu aman).
Pada
bulan Agustus 1949, sebagai tindak-lanjut Perjanjian Renville, diperintahkan
penghentian tembak-menembak di semua medan. Tak terkecuali di Kawi Selatan
diadakan gencatan senjata, dan penentuan garis demarkasi.
Pas M Bubar
Pada
rekonstruksi TNI tahun 1949/1950, Pas M/ETSK Brig XVI menjadi Kompi D28 TNI AD
Jawa Timur, dan kemudian menjadi Kompi 49, TNI Divisi I berkedudukan di Paiton,
Jawa Timur (dinamakan ‘kompi’ meskipun kenyataannya terdiri atas dua kompi).
Tahun
1951 dapat disebut tahun berakhirnya Pas M sebagai pasukan karena
anggota-anggotanya disebar, ada yang menjadi satu kompi dalam Batalion 509
Resimen 19 Divisi I Brawijaya, satu kompi dalam Batalion 527 Resimen 18 Divisi
I Brawijaya, sebagian kembali ke AL dan AU, ada yang kembali ke bangku sekolah,
dan selebihnya ditampung dalam Corps Tjadangan Nasional (CTN).
Meskipun
secara fisik Pas M telah bubar, jiwa korps masih tetap terpelihara hingga saat
ini, seperti yang dimanifestasikan dalam ‘Yayasan Lembah Merdeka Sakti’ dan
pertempuran tahunan semua ex-anggota Pasukan M di Monumen Operasi Lintas Laut
Jawa-Bali di Cekik, Bali Barat, setiap tanggal 4 April, yaitu tanggal terjadinya pertempuran laut pertama
dalam sejarah Republik Indonesia. Pelaku Pertempuran laut itu ialah Pasukan M.
gimana nih part 4 nya ? semoga makin seru sih and mohon kesabaran nya untuk part 5
No comments:
Post a Comment